Ini Kobakoba, Alat 'Ajaib' Bikinan Mama-mama Papua - Warta 24 Papua Barat
GRID_STYLE

Post/Page

Weather Location

{fbt_classic_header}
www.uhamka.ac.id/reg

Ini Kobakoba, Alat 'Ajaib' Bikinan Mama-mama Papua

Ini Kobakoba, Alat 'Ajaib' Bikinan Mama-mama Papua

Jumat 22 Desember 2017, 17:18 WIB Ini Kobakoba, Alat 'Ajaib' Bikinan Mama-mama Papua Danu Damarjati - detikNews Motif kobakoba bisa bera…

Ini Kobakoba, Alat 'Ajaib' Bikinan Mama-mama Papua

Jumat 22 Desember 2017, 17:18 WIB Ini Kobakoba, Alat 'Ajaib' Bikinan Mama-mama Papua Danu Damarjati - detikNews Ini Kobakoba, Alat Ajaib Bikinan Mama-mama PapuaMotif kobakoba bisa beraneka macam. Foto: Danu Damarjati/detikcom Raja Ampat - Terik di Raja Ampat, Papua Barat, mampu membuat orang mandi keringat kurang dari 5 menit. Ada perlengkapan warga Bumi Cenderawasih yang bisa melindungi orang dari panasnya cuaca. 'Ajaib'-nya lagi, alat ini bisa jadi tempat menyimpan parang hingga menyimpan surat.
Ini adalah kobakoba. Bentuknya seperti tikar. Tapi jangan meremehkan penampilan sekilasnya yang terlihat bersahaj a. Soalnya ini bukan sembarang tikar.
Kobakoba ini berwarna cokelat, berukuran sekitar 1 meter x 0,5 meter. Saat diangkat, kobakoba terasa ringan. Bobotnya dua kali lebih ringan ketimbang tikar plastik dengan ukuran yang sama.
Tampak ada tiga mama Papua yang sedang menenun dan merajut di cuaca terik. Salah satunya memakai kobakoba.
"Ini untuk berteduh dan juga serbaguna," kata Novita Solossa di Pantai Waisai Torang Cinta (WTC), Waigeo, Raja Ampat, Papua Barat, Jumat (22/12/2017).
Terik di Papua pun lewat kalau sudah pakai ini.Terik di Papua pun lewat kalau sudah pakai ini. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Nona berusia 28 tahun dan tiga mama-mama Papua itu berasal dari Maybrat, Papua Barat. Mereka ini sedang berada di Raja Ampat untuk memamerkan kerajinannya kepada Presiden Jokowi dalam rangka perayaan Hari Ibu 2017.
Novita menjelaskan kobakoba ini adalah produk warga kampung halamannya, dari Distrik Ayamaru, Aitinyo, dan Aifat. Kobakoba biasa dibuat oleh kaum perempuan.
Melihat lebih dekat, kobakoba ternyata bermaterialkan daun. Meski begitu, Novita menyuruh saya untuk tak meragukan kekuatan benda ini.
Motif dari kobakoba terbentuk dari lipatannya.Motif dari kobakoba terbentuk dari lipatannya. Foto: Danu Damarjati/detikcom

"Ini anti air. Bisa awet sampai tiga tahun," kata Novita.
Jadi selain bisa untuk berteduh dari sengatan Sang Surya, koba-koba juga bisa menjadi payung. Cara pakainya sederhana saja. Cukup buka sisi ujungnya, taruh di atas kepala. Saat detikcom mencobanya saat siang terik, rasanya memang teduh dan tidak pe ngap. Kepala juga tidak terasa terbebani karena ini benda ringan.
Menjadi payung hanyalah satu dari beberapa fungsi kobakoba. "Ini bisa jadi payung, untuk tikar tidur, untuk kantong bekal, wadah parang saat berburu, dan menyimpan surat-surat," kata Novita.
Dia memperagakan, kobakoba bisa menjadi tas saat bentuknya dibikin lipatan dan dibuka tepiannya. Bila dimasuki surat-surat, maka surat-surat itu bakal lebih aman dibawa saat perjalanan diguyur hujan, soalnya kobakoba anti air.
Memang ini bukan kantong ajaib, namun tikar ringan ini dinyatakannya cukup kuat untuk menjadi wadah parang besi dan anak panah. Terbuat dari apakah ini barang?
"Ini terbuat dari Pandan Hutan, biasanya tumbuh di gunung," kata dia.
Karena strukturnya kuat, bahkan bisa jadi tempat menyimpan senjata.Karena strukturn ya kuat, bahkan bisa jadi tempat menyimpan senjata. Foto: Danu Damarjati/detikcom

Cara bikinnya, daun pandan hutan dipotong dari pohonnya. Duri harus dihilangkan terlebih dahulu. Proses selanjutnya adalah mengasapi daun ini di atas api.
Motif garis-garis diagonal di kobakoba ini didapat dari proses pelipatan yang dilakukan setelah proses pengasapan. Supaya helai-helai daun bersatu menjadi kobakoba, helai-helai daun itu dijahit menggunakan kulit kayu Pohon Ganemon. Bila ingin terlihat cantik, ornamen benang bisa disematkan.
"Ini dijual Rp 250 ribu," kata Novita.
Warga Maybrat dikatakannya tak menemui kendala dalam hal bahan baku membuat kerajinan ini. Hanya saja alat transportasi masih susah untuk menuju tempat yang banyak pandan hutannya. Mereka bisa berjalan 4 sampai 5 km untuk mencari material itu.
Adapun untuk kerajinan lainnya misalnya rajut, mama-mama di Maybrat kesulitan untuk membeli jarum dan bahan. Untuk kerajinan anya man, mereka juga masih sulit mendapatkan pewarna makanan untuk memberi aksen pada material tumbuh-tumbuhan itu.
(dnu/bag)Sumber: Google News | Warta 24 Raja Ampat

Tidak ada komentar