ICW: Rp 86 Triliun Anggaran Belanja Barang dan Jasa Tak ...
Deti Mega Purnamasari / FMB Minggu, 25 Februari 2018 | 20:05 WIB Jakarta - Indonesia Corruption Wat…
Deti Mega Purnamasari / FMB Minggu, 25 Februari 2018 | 20:05 WIB
Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan ada sebanyak Rp 86 triliun lebih anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan kepada publik dari total anggaran belanja barang dan jasa pemerintah tahun 2017 sebesar Rp 994 triliun.
Staf Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah mengatakan, ada beberapa kementerian dan lembaga yang tidak mengumumkan sebagian lelangnya kepada publik dan ada pula yang tidak mengumumkan total anggaran belanja barang dan jasanya kepada publik.
Salah satu kementerian atau lembaga yang tidak mengumumkan sebagian lelang pada publik adalah Kementrian Keuangan sebesar Rp 18 triliun, Kementerian Kesehatan sebesar Rp 6 triliun, Pemprov DKI Jakarta Rp 5 triliun, dan beberapa lainnya. Sementara itu, Keme nterian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PUPR, dan KKP total anggarannya tidak dibuka pada publik sehingga tidak bisa dihitung berapa anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan kepada publik.
âAnggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan pada publik berpotensi dikorupsi karena tidak transparan,â ujar Wana dalam diskusi tentang Tren Penindakan Kasus Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Tahun 2017 di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (25/2).
Padahal dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 mengatur seluruh belanja barang dan jasa harus diumumkan dalam RUP melalui monev.lkpp.go.id. Berdasarkan situs itu pula, belanja barang dan jasa pemerintah tahun 2017 ada sebesar Rp 994 triliiun dan yang diumumkan di RUP hanya Rp 908,7 triliun.
âJadi, ada sekitar Rp 86 triliun lebih anggaran belanja barang dan jasa tidak diumumkan pada publik,â katanya.
Ia menjelaskan, pada tahun 2017 korupsi dalam hal pengadaan bar ang dan jasa ada sebanyak 241 kasus korupsi atau sekitar 42 persen. Dari jumlah itu pula, aparat penegak hukum menjerat para pelaku yang jumlahnya mencapai 119 orang yang seluruhnya berlatar belakang sebagai panitia pengadaan. Akibatnya, nilai kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 1,5 triliun.
Sementara di tahun 2016 kasus serupa yang masuk tahap penyidikan ada sebanyak 195 kasus atau sekitar 41 persen. Dari jumlah itu ada sekitar 126 orang yang memiliki tanggung jawab sebagai panitia pengadaan ditetapkan sebagai tersangka.
âDari segi kasus korupsi dan nilai kerugian negara yang ditimbulkan tentu ini mengalami peningkatan. Namun dari segi aktor yang ditetapkan sebagai tersangka memang sedikit menurun,â katanya.
Adapun modus yang paling sering dilakukan oleh para pelaku korupsi pengadaan barang dan jasa dari data tersebut adalah penyalahgunaan anggaran sebanyak 67 kasus, mark up sebanyak 60 kasus, dan kegiatan atau proyek fiktif sebanyak 33 kasus.
< p>Kemudian pada sektor yang dikorupsi, pelayanan publik menjadi sektor yang rawan, salah satu penyebabnya diduga karena setiap tahun kementerian dan lembaga yang bersangkutan menganggarkan barang yang belum tentu habis nilai ekonomisnya dan belum tentu sesuai kebutuhan. Barang-barang tersebut diantaranya adalah kursi, meja, komputer dan lainnya.âHal ini yang menjadi celah terjadinya praktik korupsi,â katanya.
Kepala daerah juga disebutkannya menjadi salah satu aktor yang terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Contohnya yang sudah tertangkap adalah Wali Kota Tegal, Siti Masitha Soeparno dalam kasus pengadaan instalasi kesehatan di RSUD Kardinah Tegal; Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko kasus pengadaan meubelair di Pemkot Batu; dan Mantan Bupati Sorong Selatan, Otto Ihalauw dalam kasus pengadaan kapal kargo.
Dari hasil tersebut, ICW pun merekomendasikakn beberapa hal, di antaranya adalah agar pemerintah bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Bara ng dan Jasa Pemerintah (LKPP) perlu mengoptimalkan penggunaan e-catalog, e-purchasing untuk meminimalisir terjadinya potensi korupsi mulai dari tahap perencanaan. Kemudian agar setiap kementerian, lembaga, dan pemerintahan mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan LKPP bila ditemukan adanya potensi pelanggaran atau kerugian negara yang ditimbulkan terkait dengan pengadaan barang dan jasa.
Selanjutnya, institusi penegak hukum juga perlu menerapkan pengenaan pasal pencucian uang bagi korporasi yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi agar aset yang dimiliki dapat dirampas dan dikembalikan ke negara.
Sumber: Suara Pembaruan
Tidak ada komentar